Di sebuah
desa kecil yang berada di pinggir hutan, gumpalan kabut pekat membatasi
penglihatan.
Seorang
gadis kecil berambut pirang, mengenakan gaun putih-biru dengan renda renda di
ujung-ujungnya itu berjalan perlahan sambil membawa sebuah lentera yg berpendar
memberikan penerangan pada jalan berkabut.
Ya,
keadaan memang agak gelap, tetapi sebenarnya langit masih sore. Rumah rumah di
desa itu sudah menutup pintunya semua. ini Terlalu sore untuk tidur.
Gadis
berambut pirang itu melihat keadaan sekitar. Ia merasakan sensasi aneh di
badannya, udara dingin tiba tiba saja menusuk ke setiap tulang di tubuhnya.
Cahaya
merah perlahan nampak di depan. Sebuah titik kemerahan yang semakin membesar,
mendekat dengan cepat. Ia menghentikan langkahnya. jantungnya berdegup kencang.
"Apa
yang kau lakukan disini?" Seorang pria dengan jubah biru tua yg lusuh
muncul dari balik kabut, membawa lentera yg bersinar terang.
"Eh,"
si gadis pirang menjawab pertanyaan pria itu tergagap. Tampaknya pria tersebut
adalah seorang petugas keamanan desa, di jubahnya tertempel lencana berbentuk
bintang dengan ukiran "P" di tengahnya.
"Aku.
Aku tersesat" ujar gadis itu.
"Tersesat?"
Tanya sang petugas dengan wajah datar, seolah sudah sering menemui orang yg
tersesat. Desa ini adalah desa terpencil yg agak jauh dari desa selanjutnya.
"Baiklah, sebaiknya kau ikut aku nak. Ini sudah senja. Kabut sudah turun.
Berbahaya berada di luar begini" ajak sang petugas
Mereka
berdua beranjak dari tempat itu. Lentera yg masing2 mereka pegang menerangi
jalan berkabut itu. Si gadis pirang itu selalu menoleh kekanan dan kiri
memperhatikan ke adaan sekitar yg sangatlah sepi.
"Siapa
namamu nak?" Tanya petugas yg memecah keheningan di antara mereka berdua.
"Namaku
Elsa." Jawab si gadis berambut pirang itu.
"Bagai
mana kau bisa sampai di desa ini Elsa?" Petugas itu menoleh ke arah Elsa,
wajah ramahnya tampak jelas di terangi cahaya dari lentera yg ia pegang.
"Bukankah
sudah kubilang kalau aku tersesat, pak...."
"Jack"
potong sang petugas. " Jack Blackwood. Tapi Panggil saja aku Jack"
elsa memperhatikan wajah jack. Ia adalah pria berumur 30 tahun, guratan guratan
keriput tampak samar di dahinya, rambut hitam pendeknya lembab, mungkin disebabkan oleh kabut ini.
"Kemana tujuan mu sebenarnya Elsa?" Lanjut Jack.
"Aku
sedang ingin pergi ke suatu tempat, tapi
di perjalananku kabut muncul, dan aku tersesat ketempat ini"
"Dimanakah
tepatnya kau berada saat kabut itu turun?"
"Kalau
tidak salah saat aku berada di 'Sedna' Sebuah desa kecil di pinggir
danau."
"Hemmm"
gumam Jack. "aku tau desa itu, aku pernah kesana mengunjungi kerabatku,
tapi desa itu jaraknya sangat jauh, perlu 3 hari penuh jika di tempuh dengan
berjalan kaki."
"Jadi
kabut ini semacam portal ternyata,
menghubungkan dua tempat yg jauh." ujar Elsa dengan nada datar. Ia menebak
nebak apa yg di maksud Jack tentang kabut itu.
"Wow
nak, kau percaya begitu saja?" Jack memandang aneh pada Elsa, tapi
beberapa detik kemudian wajahnya kembali tersenyum dan melihat kedepan,
terlihat samar samar di antara kabut sebuah pondok yg agak terpisah dari rumah
lainnya. Sebuah pondok kayu yg terlihat hangat, dari jendela nampak perapian yg
menyala dan seorang wanita tua sedang membereskan meja makan.
"Memangnya
kau berbohong tadi?" Tanya Elsa.
"Tidak,
tentu tidak. Kau bukan yang pertama tersesat di sini karena kabut, nak! Sudah belasan orang yang aku temui, dan
setiap aku menjelaskannya, mereka semua menyebutku gila."
Langkah
mereka terhenti di depan pintu kayu polos yg tertutup. Jack mengetuk pintu itu
dan beberapa saat kemudian pintu itu terbuka, seorang wanita berwajah ramah
muncul, ia mengenakan baju hangatnya. Dan ditangannya ia memegang sebuah gelas
berisi coklat panas.
"Kau
sudah kembali Jack" ujar wanita itu. Lalu ia mundur beberapa langkah
mempersilahkan Jack dan Elsa masuk.
Langit
sudah gelap total, cahaya bulan terlihat remang tertutup awan, jalan jalan
tertutup kabut, Elsa melihat keluar jendela. Hanya titk titik oranye saja di
antara kabut yg terlihat. Itu berasal dari lentera lentera yg tergantung di
depan rumah penduduk. Mentari baru saja turun, tetapi kesunyian sangatlah
pekat.
"Sangat
sunyi" gumam Elsa pada dirinya sendiri.
"Kemarilah
Elsa, duduk disini!" Ujar jack yg sedang duduk di bangku dekat perapian.
"Baiklah."
"Elsa,
perkenalkan, wanita ini adalah istriku. Namanya Karen"
"Elsa"
sahutnya memperkenalkan diri, ia menjulurkan tangannya, dan karen pun menyambut
tangannya untuk bersalaman.
"Apa
kau tersesat, nak?" Tanya karen sembari memberikan segelas coklat panas
kepada Elsa.
"Umhh...
Sepertinya begitu" jawab Elsa yg sudah menerima secangkir coklat panas,
uap yg dihasilkan oleh hawa panas dari coklat dan udara dingin di ruangan itu
mengepul ke wajah Elsa, ia mengerutkan alisnya saat memandang karen, apakah
sudah sangat umum orang tersesat ke tempat ini, batin Elsa. senyum dari wanita
ramah itu seperti menghangatkan ruangan yg dingin, jelas saja, salju mulai
turun, butiran butiran itu menumpuk di jalanan, memberi pola putih dan coklat
yg berselang seling. Karen duduk di bangku dekat perapian, ia menggemgam
gelasnya yg hangat untuk mengusir dingin, lalu ia mulai berbicara. "Kau
tau, Aku ini sama sepertimu Elsa, aku tersesat karna kabut dan muncul disini.
Elsa
tampak heran, ia mendekati karen, duduk di dekat perapian.
"Kabut
ini," karen manjutkan ceritanya sembari mendekap semakin ketat baju hangat
yg ia pakai sekitar 3 lapis. "Entah bagai mana aku menjelaskannya, kabut
ini menyesatkan orang orang yg berjalan di dalamnya. Penduduk di sekitar sini
percaya bahwa kabut ini adalah kabut yang muncul oleh kekuatan roh hutan.
"Kusiapkan
kamar untukmu nak," Jack muncul dari balik pintu kayu di sudut ruangan,
tampaknya sedari tadi ia membereskan kamar untuk Elsa tidur malam ini.
"Baiklah,
sebaiknya percakapannya kita lanjutkan besok saja, kau sebaiknya tidur
Elsa."
"Baiklah"
jawab Elsa dengan sopan, walau sebenarnya ia sama sekali belum mengantuk, lagi
pula matahari baru saja terbenam, dan belum saatnya tidur pikir Elsa.
Sudah
sekitar tengah malam sekarang, walau tak ada satupun jam dirumah itu. Tapi
kesunyian yg semakin pekat menandakan tengah malam telah tiba.
Senyum
tergambar di wajah manis Elsa, sorot matanya berubah menjadi tajam. Memandang
kelangit langit pondok itu.
Derap
kaki berdentuman saat segerombolan orang orang jubah putih berjalan ke pondok
milik Jack. Mereka berhenti tepat di depan pintu kayu yg terlihat kokoh.
Kelompok orang berjubah putih itu sekitar 3 orang, jubah mereka memiliki tudung
yg menutupi kepala sehingga wajah wajah mereka tertutup. Di tambah gelapnya
malam mereka bagai gerombolan hantu yg bergentayangan.
Salah
seorang dari gerombolan itu membuka tudungnya. Dia adalah seorang pria, sekitar
20 tahunan. Wajahnya tampan dengan rambut merah sebahu, wajahnya tampak tenang.
"Dia
disini." Ujar pria berambut merah itu dengan suara pelan.
"Haruskah
kita dobrak saja pintu ini? Dia pasti sudah mengetahui kedatangan kita."
Sahut seorang di antara gerombolan itu yg masih menggunakan tudungnya.
Si pria
berambut merah mengangguk pelan. Lalu ia mengeluarkan sebuah topeng dari dalam
jubahnya, topeng putih yg memiliki dua lubang celah untuk mata. Bentuk topeng
itu sangat aneh, karna memiliki garis garis tajam di sisi kirinya. Bagaikan
iblis, dan sebelahnya halus bagai malaikat. Dan para anggota berjubah putih yg
lain mengikuti, memakai topengnya masing masing.
BRAK!!!
Pintu kayu itu di dobrak dan para pria bertopeng itu berhamburan masuk. tapi
baru masuk beberapa langkah, mereka terhenti. Karna saat itu Elsa sudah berdiri
menanti mereka.
"Akhirnya
kalian bisa menemukanku. Heh. Hebat juga kalian." Wajah Elsa memandang ke
salah seorang bertopeng dua sisi iblis dan malaikat itu. Matanya manatap angkuh
dan terkesan menghina.
"Diam
kau naga bodoh, malam ini perjalananmu akan berakhir." Bentak seseorang
bertopeng itu dan langsung menerjang ke arah Elsa. Ia mengeluarkan sebuah keris
dari dalam jubahnya. Keris itu ber luk 5. Terbuat dari baja hitam. Yg
memancarkan aura biru yg menekan. Di hunuskannya keris itu ke arah dada Elsa.
Kecepatan tusukan pria bertopeng itu bukan main. Seakan menyayat udara yg di
lewatinya, meninggalkan bekas hitam yg pekat. Akan tetapi Elsa dengan tenang
hanya memiringkan sedikit badannya untuk menghindari tusukan tersebut. Dan
dalam satu hentakan, tangan Elsa memukul siku pria bertopeng trsebut. Ia
terhuyung. Tapi dalam sekejam pria bertopeng tersebut memperoleh lagi
keseimbangan berdirinya dan siap menerjan Elsa kembail. Namun betapa kagetnya
saat ia hendak menebaskan kerisnya itu Elsa sudah melompat kebelakan, ia
bagaikan melayang. Badannya mengarah kebawah sedangkan kakinya menapak pada
langit langit pondok kecil itu. Elsa mengambil ancang ancang, di julurkan
tangan kirinya kedepan dengan dan keluarlah cahaya. Membentuk sebuah gandewa.
dan tangan kanannya dalam posisi bagaikan sedang menarik sebuah tali buuusur
walau jelas jelas tidak ada tali disana. Dalam kecepatan tinggi, cahaya dari
tangan Elsa membentuk sebuah anak panah yg terbuat dari cahanya, dan saat ia
mengerakan tangan kanannya, cahaya perak itu melesat ke arah pria bertopeng.
Kecepatan
anak panah cahaya itu sanagatlah menakjubkan tapi dengan cekatan pria bertopeng
dengan keris ber luk-5 nya itu menebas cahaya yg melesat kearahnya. Saat cahaya
perak dan keris hitam itu bertubrukan terjadilah ledakan yg amat dahsyat.
Menghancurkan ruang tamu pondok tersebut.
"Sebaiknya
kau menyerah Elsa. Teriak pria bertopeng yg keluar dari kepulan asap ledakan yg
baru saja terjadi. Tapi kini topengnya sudah terlepas. ia adalah pria berambut
merah dengan Keris hitam masih tergenggam erat ditangannya.
"Menyerah?
Apa maksudmu dengan kata menyerah itu? Kalahkan aku dulu. Itu juga kalau kau
bisa. Dan kalau kau tidak ingat, bahkan kau belum pernah sama sekali melukaiku.
Merobek seujung bajuku pun belum. Kau ini sungguh aneh Arial, dan kalian, juga,
Asuka, Satria, maju saja bersamaan. " Elsa keluar dari kepulan asap, di tangan
kirinya masih menyala, cahaya perak yg membentuk busur panah. Kali ini
ukurannya agak kecil. Mata Elsa memandang angkuh ke arah Arial, kemudian
melirik 2 orang bertopeng lainnya yg dari tadi hanya menonton, tapi pakaian
putih mereka sekarang agak lusuh akibat asap dan puing puing ledakan tadi.
"Majulah
kalian bertiga dan coba kalahkan aku." Bentak Elsa dengan nyaring. Dan
langsung saja membuat tiga orang berjubah putih itu panas hatinya.
Asuka
melepas topengnya, ia adalah seorang wanita cantik bermata tajam. Kemudian
disingkap jubahnya, di sabuknya terselip sebuah Pedang yg cukup panjang. Ia
mengambil ancang ancang seperti seorang samurai yg hendak mencabut pedang dari
sarungnya.
Seorang
lagi, Satria, ia tidak mengeluarkan senjata. ia mengambil kuda kuda bertarung.
Sebuah kuda kuda dari aliran beladiri pencak silat. Di pergelangan tangannya
melilit gelang emas Yg cukup kokoh.
Arial pun
mengambil ancang ancang untuk menyerang. Seolah sudah di komandokan, mereka
bertiga menyerang bersamaan. Dengan kecepatan tinggi Asuka secepat kilat
mencabut pedang dan melesat ke arah Elsa di ikuti Satria dan Arial yg
mengarahkan serangnnya ke Elsa.
Di saat
terakhir ketika serangan ketiga orang tersebut hampir mengenai Elsa, dari
tangannya cahaya perak menyebar keseluruh penjuru ruangan yg telah setengah
hancur itu. Cahaya itu sentak saja membuat Arial, Asuka dan Satria terpental
dan menubruk tembok.
"Taukah
kalian, Ini mulai membosankan." Elsa berjalan menuju ruangan belakang,
sebelum ia melalui pintu meninggalkan ruangan itu Ia menoleh ke arah tiga orang penyerangnya,
menatapnya dengan tajam, ketiga orang itu masih tersungkur dan compang camping
mencoba untuk berdiri. Namun badan mereka bagai di injak sekumpulan gajah,
sangat sulit untuk menggerakkan badan, mungkin kalau orang biasa, mereka sudah
mati terkena serangan dari Elsa barusan. Tapi ketiga orang ini adalah orang
orang yg kuat, mereka masih tetap sadarkan diri walau mengalami luka yg cukup
parah.
"Jack?
Karen? Keluarlah, sekarang sudah aman." Dengan gemetar Jack dan karen
keluar dari balik pintu belakang. Mereka sedari tadi bersembunyi disana atas
permintaan Elsa, awalnya Jack sangat heran dan tidak percaya saat Elsa memberi
tau mereka ada orang orang yg akan datang dan berusaha membunuhnya, tentu saja
Jack yg memang memiliki sifat baik tidak menerima begitu saja saat tau seorang
gadis kecil akan di bunuh, di rumahnya dan dia hanya bersembunyi. Tapi saat
Elsa menunjukan sedikit kemampuannya, dengan mengeluarkan bola cahaya dari
tangannya, Jack langsung tertegun, antara kagum dan takut, kemudian ia dan
karen bersembunyi di dapur yg agak jauh kebelakan dari ruang tamu.
"Mereka.
kenapa mereka bisa disini?" Tanya Karen heran, tampak kalau Karen
mengetahui orang orang berjubah putih tersebut. "Mengapa mereka ingin
membunuhmu?"
Elsa
terdiam sejenak, ia memandang sepasang suami istri tersebut dengan tatapan iba.
Karen menarik tangan Jack mundur selangkah menjauh dari Elsa, Elsa menghela nafasnya,
"Maaf,
sepertinya tak ada yang perlu aku ceritakan pada kalian, dan maaf soal
rumahmu." Elsa memasukan tangannya kedalam saku, ia mengeluarkan segenggam
koin emas dan di berikannya kepada Jack,
"Ini
untuk biaya perbaikan, dan soal mereka, tolong kau rawat lukanya, mereka bukan
orang jahat.”
Selesai
berbicara, tanpa menunggu jawaban atau pertanyaan pertanyaan lain dari Jack
maupun sulastri, Elsa beranjak pergi meninggalkan pondok itu, berjalan di
antara kabut pekat di tengah malam. Ia mengucapkan semacam mantra dalam bahasa
yang aneh Dan kemudian muncul seberkas cahaya dari tangan Elsa. perlahan cahaya
itu membentuk suatu benda, cahaya itu berubah menjadi lentera yg bersinar
terang di antara kabut.
Dari
dalam rumah Jack cahaya yg bersinar dari lentera Elsa semakin lama semakijn
menjauh, mengecil, kemudian hilang di telan kabut.
Sepertinya aku mengenal anak itu. Ujar
karen dalam hati.
****
Ketika
sinar matahari telah membayangkan fajar menggantikan malam sehingga embun yang
bergulunggulung tak tampak sehitam tadi, kini agak keputih-putihan dan dapat
ditembus pandangan mata, sungguhpun matahari sendiri masih bersembunyi tempat
duduknya dan menuruni bukit dari sebelah sana yang menuju ke jalan, Cahaya
hangatnya mengusir kabut pekat yg semalam suntuk menyelimuti desa pinggir hutan
itu. Warga mulai keluar dari rumah
mereka masing masing. cemas menghiasi raut wajah mereka. Sesungguhnya tidak
sedikit dari mereka yg mendengar ribut-ribut tadi malam, tapi tidak satupun
dari mereka berani keluar.
Desa ini
memang cukup aneh. Tidak sedikit kejadian kejadian yg tidak masuk akal terjadi
di desa ini, keributan tadi malam, suara suara ledakan dari rumah Jack
blackwood dan sulastri atau karen membuat mereka sangat takut. Bahkan hanya
untuk mengintippun mereka tidak berani.
Di rumah
Jack sendiri yg keadaannya sudah setengah hancur. Arial, Asuka dan Satria
sedang terbaring Di ruang tamu yg sudah sedikit di bereskan. Karen mengobati
luka luka ketiga orang itu sesuai permintaan Elsa.
Serangan
dari Elsa tadi malam sungguh memiliki kekuatan yg dahsyat. Terlihat dari
kerusakan yg di timbulkan. Kayu-kayu pondok hancur lebur bagai di terjang
badai.
Darah
mengalir saat karen mencabut serpihan kayu yg menancap pada lengan Arial,
"Lukanya
cukup parah" ujar karen.
Wajah
arial tampak pucat luka akibat serangan Elsa memang tidak mengenai bagian
vital, namun cukup untuk membuatnya pingsan selama dua minggu. Walau begitu,
arial berada di tangan yang tepat. Karen adalah tabib desa. Kemampuannya dalam
mengobati cukup hebat. Tanaman obat yang ia miliki di kebunnya pun cukup
lengkap.
Sepuluh
hari kemudian mereka bertiga pulih.
"Terimakasih,
atas bantuanmu, Tuan blackwood. Kami pamit pergi." Arial menjabat tangan
Jack, lalu menundukan sedikit badan pada Karen.
Satria
dan asuka membungkukan badan tanda terimakasih. Lalu berbalik pergi.
"Tunggu!"
Panggil Jack. Ia memegang kantung emas yang di berikan Elsa malam itu, ia sama
sekali tidak mengambil satu koinpun dari kantung itu. "Aku tahu kalian
tidak berteman dengan Elsa, namun, maukah kalian mengembalikan ini?"
Arial
menaikan alis, menatap kantung emas itu. Lalu bertanya dengan nada heran.
"Elsa memberikan itu pada kalian?"
Jack
mengangguk pelan. "Ya, dia bilang untuk menganti kerusakan. tapi..."
"Kalau
begitu, uang itu milikmu." Sela arial. "Kurasa Elsa juga tidak
membutuhkannya."
Dalam
satu sentakan, arial berbalik dan melompat secepat angin. Sekejap saja Tiga
orang itu sudah lenyap dari pandangan Jack dan karen.
"Siapa
sebenarnya mereka?" Gumam Jack. Entah pada siapa pertanyaan itu
dilontarkan, karena ia tidak yakin ada yang bisa menjawabnya.
*****
Seperti
yang dikatakan legenda, semua penyihir dan naga memiliki hubungan yang erat
semenjak mereka lahir. Setiap satu penyihir lahir, naga pun menetas dari
telurnya.
kisah ini
berawal dari seorang anak perempuan yang lahir di bawah naungan bintang naga.
Seorang anak keturunan raja yang bijak sana.
Nama
putri tersebut adalah Selena Lightwood. Selena adalah seorang gadis yang
periang, kuat, dan gigih. Dia juga memiliki bakat sihir yang luar biasa. Namun
sayangnya sihir dilarang di kerjaaan itu, kakek buyut selena adalah seorang yang
membenci sihir. Ia membuat peraturan bahwa sihir adalah ilegal di kerajaannya.
Ether. Kerjaan di mana kesatria tanpa sihir terhebat di dunia berkumpul. Namun
tidak dengan ayah selena, Raja Reinhart, ia adalah orang yang bersikap netral,
selama sihir itu tidak digunakan untuk berbuat jahat, ia tidak
mempermasalahkannya. Walaupun begitu, King Reinhart tidak bisa mengubah
peraturan yang sudah ada dan maka dari
itu. King Reinhart memita Selena menyembunyikan bakat sihirnya dari dunia.
Hanya beberapa orang kepercayaannya saja yang mengetahuinya.
Tapi
serapat apapun menyembunyikannya, pasangan jiwa selena pasti mengetahuinya.
Seekor naga. Naga yang lahir bersamaan dengan seorang penyihir.
Selena
membutuhkan guru, ia harus menemui naganya, kalau tidak naganya akan menjadi
liar. Raja sadar itu. Ia memerintahkan seorang pengawalnya---kesatria terbaik.
Untuk menemani selena keluar kerajaan. Menemui seorang penyihir terkenal, untuk
menjadi gurunya.
"Selamat
tinggal ayah."
"Aku
akan merindukanmu, selena."
"Saat
aku kembali, aku akan menjadi penyihir yang hebat ayah."
"Tentu
saja anakku. Kau memang penyihir yang hebat." Raja menoleh pada Arial.
"Kau harus menjaga anakku."
"Aku
akan menjaganya dengan nyawaku, yangmulia."
Mereka
pergi diam diam tengah malam. Agar tidak ada yang mengetahuinya.
"Hei,
arial, kurasa aku akan memakai nama samaran."
"Nama
samaran?"
"Benar,
aku kan sedang dalam penyamaran, aku butuh nama samaran juga, bukan."
"Itu
benar, tuan putri."
"Pertama"
Elsa mengankat telunjuknya di depan wajah arial. "Jangan panggil aku tuan
putri. Aku memikirkan sebuah nama. Mungkin Elsa. Baguskan."
"Itu
bagus tuan pu--- maksudku Elsa."
Arial
adalah seorang kesatria yang menjaga Selena sejak kecil. Walau usianya masih
muda, kemampuan arial sangatlah hebat, ia mendapatkan kemenangan pertamanya
dalam turnamen kesatria di usia 16 tahun. Karena rambutnya yang berwarna merah,
ia mendapat julukan Scarlet knight. mirip dengan julukan yang dimiliki kesatria
penaluk naga legendaris di masa peperangan antara naga dan manusia dahulu.
Arial
ingat ayahnya, Hendrik, seorang petani
sederhana dari desa kecil yang mengajarinya untuk menjadi pria yang rendah
hati. Namun buah tidak selalu jatuh dekat dari pohonnya. Buah bisa terbawa oleh
alam, angin, hewan hingga menjauh dari pohonnya.. Dan pergaulan arial dengan
ksatria ksatria istana membuatnya
berekat menjadi kesatria hebat di masa depan.
"Kau
tahu arial," Selena memulai pembicaraan saat mereka menatap api unggun.
"Apa?"
"Aku
bisa membuat api ini bertambah besar dengan kekuatan sihirku." Selena
tersenyum penuh maksud.
Arial
mengibaskan kedua tangannya dengan cepat. "Wo, wo, wo... Tunggu dulu.
Bukankah kita sudah sepakat kalau kau tidak akan menggunakan kekuatanmu sampai
kita mendapatkan guru untuk mengendalikannya?"
"Tapi
kan?"
"Aku
tidak mau berdebat untuk yang satu ini."
Selena
mendengus. “Kau mulai terdengar seperti ayahku.”
Setelah
beberapa jam tidur, mereka berdua melanjutkan perjalanan higga sampai di kota
pertama. Bukan kota besar jika dibandingkan dengan kota raja, namun kota ini memiliki segala kebutuhan yang
diperlukan untuk melakuan perjalanan jauh.
Arial
menggengam kantong penuh uang yang diberikan raja sebelum mereka berangkat
kemarin. Mereka tidak bisa membawa perbekalan dari istana karena itu akan
sangat mecurigakan. Jadi raja memberi mereka uang, lebih praktis untuk dibawa,
dan mereka bisa membeli keperluannya di jalan, seperti saat ini.
Seorang
berwajah ceria dengan hidung paruh mendekati mereka membawa selebaran.
"Selamat datang di kota Orca. Petualang, apa kalian mencari penginapan?
Datanglah ke penginapan kami di ujung jalan sana."
"tidak,
terimakasih." Sahut arial cepat, namun selena mengambil selebaran yang
diberikan pria berhidung paruh tersebut.
"Apa
kita akan menginap?" Bisik selena saat mereka sudah agak jauh dari orang
tadi.
"Kurasa
tidak. Kita di sini hanya untuk membeli keperluan, dan mencari kuda. setelah
itu kita berangkat lagi." Arial menatap ekspresi kecewa di wajah selena,
ia tahu selena kelelahan. Dan kota ini sepertinya sudah menarik perhatian Elsa.
Mereka melihat beberapa penyihir berjalan bebas di sana-sini dengan kebanggaan
di dada mereka. Tapi kota ini terlalu berbahaya untuk Elsa, kalau ada orang
yang mengenali mereka, selena akan berada dalam masalah. Dan masalah bagi
Selena adalah hal terakhir yang ia inginkan.
Pakai
tudungmu. Kita akan beristirahat di kota selanjutnya."
"Tapi
aku suka kota ini" gumam Elsa.
"Kota
selanjutnya adalah Flowshire, kota yang dipenuhi bunga, kau akan lebih suka
beristirahat disana."
Kevin
menepuk pendak selena dan memberikannya senyum yang menenangkan. Dan sepertinya
senyum Arial itu sudah langsung membuat rasa kecewa Selena menguap.
"Baiklah."